CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

29 November 2008

Potret Buram Anak Zaman Sekarang

Sesungguhnya dewasa ini di tengah-tengah masyarakat sedang berlangsung krisis multidimensional dalam segala aspek kehidupan. Kemiskinan, kebodohan, kezaliman, penindasan, ketidakadilan di segala bidang, kemerosotan moral, peningkatan tindak kriminal dan berbagai bentuk penyakit sosial telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Adalah kenyataan yang tak terbantahkan oleh siapapun saat ini bahwa generasi muda yang menjadi tumpuan harapan bangsa sangat jauh dari sosok generasi dambaan. Mulai dari perilaku siswa, mahasiswa sampai demonstrasi para guru dan pendidik lainnya yang menuntut dinaikkannya tunjangan mereka. Banyak orang tua yang tidak mampu menyekolahkan anaknya, sehingga lebih dari 4,5 juta anak harus putus sekolah. Akibatnya kebodohan dan tindak kriminal menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Kemudian anak?anak yang tidak mampu sekolah ini muncul di jalanan menjadi pengemis, pengamen maupun pedagang asongan. Bahkan tidak hanya itu, banyak dari mereka menjadi pelaku tindak kriminal, mencopet, terlibat narkoba, mabuk-mabukan, pembunuhan dan perbuatan asusila lainnya. 

Sebagai bukti kemerosotan generasi muda saat ini antara lain : (1) Pecandu narkoba. Sebanyak 85% pemakai narkoba di Indonesia yang mencapai 6,5 juta orang adalah generasi muda. Sekitar 50% berstatus mahasiswa atau berpendidikan sarjana (Kompas, 17 Juni 2002). Menurut Dirjen Pendidikan Tinggi DeData di Kepolisian Daerah (Polda) Metropolitan Jaya yang dikutip Kompas menyatakan, angka kasus narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya (narkoba) tahun 2004 naik hingga 39,36 persen jika dibandingkan angka kasus narkoba tahun 2003. Selama tahun 2004 polda telah menangani 4.799 kasus narkoba, atau meningkat 1.338 kasus jika dibandingkan kasus narkoba tahun 2003 yaitu 3.441 kasus (Kompas, 15 Februari 2005). Masalah narkoba ibarat gunung es, dengan semakin banyak perkara narkoba yang ditangani polisi, berarti semakin besar pula tingkat penyalahgunaan narkoba di masyarakat; (2) Pelaku seks bebas. Sedikitnya, 38.288 remaja di Kab. Bandung pernah berhubungan intim di luar nikah atau melakukan seks bebas. Jumlah ini berdasarkan hasil polling "Sahabat Anak Remaja (Sahara) Indonesia Foundation" yang terungkap pada seminar dan lokakarya "Kependudukan dan Kualitas Remaja" di Banjaran (Pikiran Rakyat Bandung, 29 Juli 2004). Jumlah remaja di Kab. Bandung sebanyak 765.762, jadi remaja yang melakukan seks bebas antara 38.288 hingga 53.603 orang. "Dari hasil polling juga diketahui, dari 200 remaja yang melakukan seks bebas, 50% atau 100 remaja itu hamil. Ironisnya, sebanyak 90 dari 100 remaja yang hamil itu melakukan aborsi. Keadaan itu sangat memprihatinkan; (3) Penderita HIV/AIDS. Jumlah penderita HIV/AIDS di Jawa Barat meningkat hingga 10,37% dari 848 kasus yang tercatat pada bulan Maret 2004 lalu. Hingga akhir Maret 2004, kasus HIV/AIDS di Indonesia di kalangan pengguna narkoba suntik, yang dilaporkan ke Direktorat Jenderal PPM dan PLP Departemen Kesehatan, sudah mencapai 548 kasus (HIV) dan 374 kasus (AIDS) di 23 provinsi. Angka tertinggi di DKI Jakarta (43 persen dari total kasus itu), dengan persentase terbesar (65 persen) berusia 20-29 tahun; (4) Tawuran. Tawuran tidak hanya terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta tapi juga di daerah-daerah. Pada tahun 2000, terdapat 197 kasus dengan 28 orang tewas. Pada tahun 2001 terdapat 123 kasus dengan 23 orang tewas; (4) Putus Sekolah. Berdasarkan catatan Komnas HAM Anak, jumlah anak putus sekolah di Indonesia saat ini tercatat 12,7 juta (BKKBN, Juli 2004); (5) Bunuh Diri. Bunuh diri di kalangan anak?anak karena tak mampu menahan tekanan hidup kini mulai menjadi tren tersendiri, setidaknya sudah muncul di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jakarta. Paling banyak justru karena mereka menghadapi tekanan di sekolahnya, seperti menunggak SPP atau iuran lainnya. Ini tentu terkait dengan kondisi orang tua mereka yang tergolong miskin (Republika, 27 Mei 2004). 

Ancaman bahaya tersebut diatas telah berkembang sangat pesat dan telah mengguncang kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Dengan demikian bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, seks bebas, HIV/AIDS, tawuran, putus sekolah dan bunuh diri secara nasional sudah sangat memprihatinkan dan membahayakan, apabila tidak disikapi secara multi dimensional disinyalir kita akan kehilangan satu generasi bangsa. 

Saat ini kita menyaksikan institusi-institusi penopang karakter tak mampu mengimbanginya. Mutu sekolah dan mutu guru yang rendah, pendidikan moral dan keperwiraan yang tak jelas, situasi sosial dan rumah tangga tak mendukung, dan anggaran pendidikan yang sangat kecil. Di Jawa Barat, rata?rata lama sekolah pada tahun 2002 baru mencapai 7,2 tahun atau rata?rata kelas 1 SMP, walaupun untuk Bogor, Bandung, Sukabumi, Bekasi dan Cirebon relatif sedikit lebih tinggi (Pikiran Rakyat, 2 Desember 2003). Menurut laporan UNDP tahun 2003, Indonesia berada pada urutan 112 dari 175 negara di dunia dalam mencapai Human Development Index (HDI). 

Diakui atau tidak, kemerosotan kondisi generasi muda saat ini adalah hasil dari sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini memang adalah sistem pendidikan yang sekuler?materialistik. Bila ada yang menyebutkan bahwa sistem pendidikan nasional masih mewarisi sistem pendidikan feodal, maka watak sekuler materialistik inilah yang paling utama, yang tampak jelas pada hilangnya nilai?nilai trasendental pada semua proses pendidikan, mulai dari peletakan filosofi pendidikan, penyusunan kurikulum dan materi ajar, kualifikasi pengajar, proses belajar mengajar hingga budaya sekolah/kampus sebagai hidden kurikulum, yang sebenamya berperanan penting dalam penanaman nilai nilai. Sistem pendidikan semacam ini terbukti telah gagal menghasilkan generasi berdaya. 

Sistem pendidikan sekuler materialistik tersebut sebenarnya hanyalah merupakan bagian dari sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang menerapkan kapitalisme sekulerisme yang merupakan akar kemerosotan generasi muda saat ini. Dalam sistem sekuler, aturan?aturan, pandangan?pandangan dan nilai?nilai Islam memang tidak pernah secara sengaja digunakan untuk menata berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Agama Islam, sebagaimana agama dalam pengertian Barat, hanya ditempatkan dalam urusan individu dengan tuhannya saja. Maka, di tengah?tengah sistem sekuleristik tadi lahirlah berbagai bentuk tatanan yang jauh dari nilai?nilai agama. Yakni tatanan ekonomi yang kapitalistik, kehidupan sosial yang egoistik dan individualistik, sikap beragama yang sinkretistik serta paradigma pendidikan yang materialistik.


0 komentar: